Darul ahdi wa syahadah : tafsir Pancasila menurut Muhammadiyah
No. Panggil
|
2X6.611 YUS d
|
Pengarang
|
Yusron;
|
Tempat Terbit
|
Yogyakarta
|
Penerbit
|
Deepublish
|
Tahun Terbit
|
2020
|
Subject
|
Muhammadiyah;
|
Klasifikasi
|
2X6.611
|
Abstrak/Catatan
|
Buku sederhana ini diharapkan juga dapat berperan dalam membantu generasi muda dalam memahami sejarah Pancasila sebagai gentleman agreement para anak bangsa dalam mendirikan bangsa ini dan ajakan untuk membuktikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila ke dalam tataran konkret sehingga yakin bahwa Pancasila cocok bagi bangsa Indonesia dan menjadi diskursus utama dalam diskursus publik mengalahkan diskursus mengenai liberalisme, kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan lain-lainnya. Selain itu, semoga buku ini juga mampu membantu berperan dalam mengingatkan generasi muda agar selalu ingat nilai-nilai Pancasila dalam setiap langkah membangun negeri ini. Begitu Muktamar Muhammadiyah ke-47 Makassar mengeluarkan keputusan muktamar tentang darul ‘ahdi wa syahadah, maka perdebatan Pancasila bagi warga Muhammadiyah sudah selesai. Tidak ada lagi perdebatan mengenai Pancasila dan Islam ataupun Indonesia dan Islam. Dan tugas kita sebagai warga persyarikatan Muhammadiyah, mewujudkan darul ‘ahdi wa syahadah dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak sehari-hari agar Pancasila hadir memandu dalam pergaulan di masyarakat. Mewujudkan dalam perilaku nyata sehari-hari bukanlah pekerjaan yang mudah, justru ini butuh perjuangan yang keras tanpa kenal lelah agar tafsir darul ‘ahdi wa syahadah dapat membantu memberikan bimbingan kepada warga persyarikatan Muhammadiyah khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya dalam menjadikan Pancasila agar tampak dalam dunia nyata bangsa Indonesia. Muhammadiyah dengan ijtihad politiknya berusaha menjadikan negara Indonesia yang berdasar Pancasila ini sebagai darussalam dan bukan darul Islam, sehingga Indonesia tidak dijadikan negara agama tetapi dibangun dengan menjadikan agama sebagai sumber nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang di dalamnya tercermin dalam kelima sila Pancasila. Di sisi lain, Muhammadiyah menolak Indonesia dijadikan negara sekular karena bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara sekaligus bertentangan dengan nilai-nilai agama, terutama Islam yang dipeluk mayoritas anak bangsa Indonesia. Pemikiran demokrasi, hak asasi manusia, ekonomi, budaya, dan apa saja di Indonesia ini tidak boleh sekular dan disekularisasikan. Dalam perspektif Islam, fikih siyasah baru dari Muhammadiyah: Negara Pancasila sebagai Darul ‘Ahdi wa Syahadah itu menegaskan kembali posisi dan pandangan Muhammadiyah yang menganut paham reformis-modernis atau modernisme Islam tentang negara atau politik, yang berbeda dari paham Islamisme, fundamentalisme atau revivalisme Islam maupun paham liberalisme atau sekularisme Islam.
|